Sabtu, 17 November 2012

7 Cara Gampang Agar Tetap Fit di Tempat Kerja

Jakarta, Meski pekerjaan menumpuk, jangan sampai membuat Anda jadi tidak fit di tempat kerja. Anda bisa melakukan hal-hal sederhana untuk menjaga kondisi tubuh agar tetap fit kok.

Jika para pekerja sakit-sakitan dan tidak fit, maka perusahaan berpotensi merugi. Berdasar laporan World Health Organisation(WHO), India saja berpotensi merugi $ 237 juta pada 2015 akibat meningkatnya penyakit seperti jantung, diabetes, stroke, dan kanker karena lingkungan kerja yang tidak sehat.

Berikut ini 7 cara sederhanya agar tetap sehat di tempat kerja seperti disarankan Dr Upendra Kaul, Direktur Eksekutif Escorts Heart Institute and Research Centre, New Delhi, India seperti dikutip dari Times of India, Jumat (16/11/2012):

1. Banyak Minum

Air memberikan banyak manfaat bagi tubuh, baik secara fisik maupun mental. Air juga membantu detoksifikasi dan kerja pencernaan. Agar banyak minum, setidaknya 8 gelas sehari, taruhlah botol air minum di meja kerja Anda. Jadi Anda bisa mengakses air minum lebih mudah.

Minum air dalam jumlah cukup juga mampu mengurangi stres dan memberikan energi yang cukup sepanjang hari. Agar tidak monoton, Anda juga bisa menyelingi minum limun segar, air kelapa, dan lainnya.

2. Jalan-jalan Sejenak

Carilah alasan bagi diri Anda sendiri untuk istirahat sejenak dari pekerjaan Anda dan berjalan-jalan keliling kantor. Meninggalkan kursi dan berjalan-jalan sejenak bisa membuat Anda tetap fokus, mengurangi lelah, dan membuat Anda merasa lebih baik.

Hal gampang yang bisa Anda lakukan adalah jangan lagi meminta office boy untuk membuatkan secangkir kopi atau teh. Mulai sekarang buatlah sendiri minuman untuk Anda sehingga Anda punya alasan untuk berjalan-jalan sejenak.

Atau Anda juga bisa berjalan-jalan di kantor sembari berbicara di HP Anda. Teruslah bergerak sampai telepon berakhir. Cara lainnya adalah bila Anda naik kendaraan umum atau diantar sopir, turunlah beberapa meter sedikit lebih jauh dari yang biasa Anda lakukan. Jadi, Anda bisa bergerak dan berjalan-jalan sedikit lebih lama.

3. Berolahraga di Jam Makan Siang

Anda bisa memanfaatkan 30 menit waktu makan siang untuk berolahraga. Mungkin Anda bisa mengusulkan kepada kantor tempat Anda bekerja untuk memiliki area gym sederhana, sehingga karyawan bisa sesaat berlari-lari, menggunakan sepeda statis, ataupun treadmill.

4. Peregangan Sederhana

Saat stres, orang-orang umumnya merasakan pegal di punggung ataupun nyeri sendi. Meski tetap berada di meja kerja, jangan lupa lakukan peregangan sederhana. Caranya, tetaplah duduk di kursi Anda, lalu lenturkan kaki dan putar-putarkan pergelangan kaki. Regangkan kaki dan tangan sesering yang Anda bisa.

5. Gunakan Tangga

Saat akan naik atau turun dari ruangan kantor, sebaiknya Anda tidak menggunakan lift tetapi gunakanlah tangga. Karena naik turun tangga akan membuat Anda lebih fit dan enerjik.

6. Bekal Snack Sehat

Ngemil sambil bekerja boleh saja, asalkan yang dikonsumsi adalah cemilan sehat. Jadi ketimbang membeli keripik, junk food, atau soda, bawalah bekal snack sehat. Granola (campuran aneka kacang dan sereal yang rasanya manis) dan buah-buahan bisa jadi cemilan sehat yang akan membuat Anda tetap sehat.

7. Ikuti Game di Kantor

Terkadang beberapa tempat kerja punya kegiatan game olahraga selepas waktu kantor. Misalnya saja ada yang menggelar tenis meja, basket, ataupun futsal. Agar tetap sehat dan bugar, Anda bisa ikut berpartisipasi dalam aneka game tersebut.

sumber:http://health.detik.com/read/2012/11/16/080022/2092583/766/7-cara-gampang-agar-tetap-fit-di-tempat-kerja?l992205755

Manfaat Madu Bagi Kesehatan



Madu memiliki manfaat yang sangat banyak bagi kesehatan manusia, disamping itu madu juga sering diambil sebagai obat. Kali ini akan dipaparkan khasiat atau mamfaat madu bagi kesehatan dan kecantikanMadu merupakan cairan berasa manis yang dihasilkan oleh lebah dari nektar bunga.

Kandungan zat gizi madu
Zat gizi utama pada madu adalah gula dalam bentuk glukosa dan fruktosa. Proporsi glukosa dan fruktosa pada berbeda-beda tergantung pada konsistensi dan sumber nektar yang digunakan. Komposisi rata-rata madu menurut National Honer Board, Colorado, AS adalah 17,1% air, 82,4% karbohidrat, dan 0,5% protein, asam amino, vitamin, dan mineral. Kandungan karbohidrat yang terbanyak adalah fruktosa (38,5%) dan glukosa (31%). Sisanya terbentuk dari maltosa, sukrosa, dan gula-gula lain. Kandungan gula tersebut membuat madu berasa manis.

Manfaat madu untuk kecantikan
  • Zat antiperadangan dan peranannya sebagai antiseptik alami berguna untuk mengatasi jerawat. 
  • Menjaga kehalusan dan kekenyalan kulit.
  • Sebagai antioksidan dan antiradikal bebas yang dapat mencegah proses penuaan akibat sinar matahari dan polusi. 
  • Kandungan vitamin dan mineral dalam madu berperan dalam memberikan nutrisi dan mencegah kerontokan pada rambut.
  • Glukosa yang dikandungnya berperan sebagai sumber tenaga bagi jantung untuk melakukan aktivitasnya. 
  • Kandungan mineralnya dapat mengurangi derajat keasaman dan membantu mencegah pendarahan lambung.
  • Glukosa yang dikandungnya dibutuhkan tubuh dalam melakukan berbagai aktivitas.Madu bisa mengurangi terbentuknya plak pada gigi dan jumlah asam yang diproduksi mulut. 
  • Madu sebagai antiseptik alami, dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan bakteri serta bersifat asam sehingga patogen tidak dapat bertahan.

Cara Turunkan Tekanan Darah



"Siapa saja yang memiliki hipertensi harus didorong untuk bekerjasama dengan dokter mereka dan mencoba berbagai hal yang mungkin membantu menurunkan tekanan darah tanpa menggunakan agen farmakologis (obat-obatan)," kata Matthew Burg, PhD, seorang profesor dari Columbia University Medical Center di New York.

Mereka yang mengalami hipertensi biasanya harus mengonsumsi obat-obatan secara rutin untuk mengontrol tekanan darah. Tetapi dengan melakukan perubahan gaya hidup, tekanan darah yang kelewat tinggi dapat dikendalikan dan diturunkan. Dengan modal tekad dan kedisiplinan, bukan mustahil upaya modifikasi lifestyle ini dapat membantu melepaskan ketergantungan pada obat-obatan.
Berikut ini adalah 10 cara murah dan alami menurunkan tekanan darah tanpa harus menggunakan obat-obatan :

1. Olahraga
Dengan melakukan olahraga 30 menit sehari, Anda dapat menurunkan tekanan darah secara signifikan, kata Gerald Fletcher, MD, seorang ahli jantung dari Mayo Clinic, Jacksonville, Florida, sekaligus juru bicara American Heart Association.  
"Cobalah latihan aerobik untuk mengurangi tekanan darah sistolik Anda," kata Fletcher. Ia menambahkan, orang yang aktif secara fisik biasanya dapat mengurangi konsumsi jumlah asupan obat hipertensi. Untuk menunjangnya, pilihlah jenis kegiatan yang Anda sukai seperti misalnya, berjalan, berlari, berenang atau bersepeda.

2. Makan pisang
Anda mungkin tahu bahwa makan terlalu banyak garam dapat meningkatkan tekanan darah, tetapi kebanyakan orang tidak menyadari manfaat kalium - zat yang mampu menangkal efek buruk dari sodium.
Menurut penelitian dari Dietary Guidelines for Americans, mereka yang mengalami hipertensi harus mencukupi kebutuhan jumlah kalium dalam diet mereka. Orang dewasa harus mendapatkan setidaknya 4.700 miligram per hari. Adapun beberapa sumber makanan yang kaya kandungan kalium diantaranya pisang (422 miligram), kentang panggang dengan kulit (738 miligram), jus jeruk (496 miligram per cangkir), dan yogurt tanpa lemak atau rendah lemak (531-579 miligram per 8 ons).


3. Kurangi asupan garam
Orang dengan tekanan darah normal, cukup tinggi, dan hipertensi secara substansial dapat mengurangi tekanan darah mereka dengan memotong asupan garam. Pedoman diet merekomendasikan bahwa orang dengan hipertensi harus membatasi asupan garam kurang dari 1.500 miligram (600 miligram sodium) sehari.

4. Stop merokok
Perokok adalah kelompok yang paling berisiko tinggi mengidap hipertensi. Kandungan tembakau dan nikotin dalam rokok dapat menyebabkan lonjakan tekanan darah sementara, meskipun rokok itu sendiri bukan penyebab tunggal hipertensi kronis. Berhenti merokok dapat membantu Anda menurunkan sedikit tekanan darah Anda. Dan, tentu saja, manfaat kesehatan lainnya yang tak terhitung jumlahnya, kata Fletcher.

5. Menurunkan berat badan
Secara konsisten beberapa penelitian menunjukkan bahwa, sedikit saja kehilangan berat badan, dapat memiliki dampak besar pada tekanan darah Anda. Kelebihan berat badan membuat jantung bekerja lebih keras. Tekanan ekstra ini lambat laun dapat menyebabkan hipertensi. Sementara itu, dengan memangkas berat badan beban kerja jantung akan jauh lebih ringan.

6. Kurangi alkohol
Konsumsi alkohol secara moderat - tidak lebih dari satu gelas sehari untuk wanita, dan dua gelas sehari untuk pria - memiliki manfaat kesehatan jantung. Tapi pada beberapa orang, minum terlalu banyak dapat meningkatkan tekanan darah. Penelitian menunjukkan bahwa mengkonsumsi alkohol lebih dari dua gelas sehari dapat meningkatkan risiko hipertensi bagi pria dan wanita.

7. Kelola stres
Mengelola stres secara efektif dapat membantu mengurangi tekanan darah, tetapi sayangnya, tidak ada penelitian yang menawarkan langkah demi langkah untuk mengurangi tingkat stres pada semua orang, kata Burg.
"Ada sejumlah cara yang telah dikembangkan sebagai praktik untuk menginduksi keadaan relaksasi. Tetapi bagaimana cara yang baik dan benar, ini masih harus dijawab dalam uji klinis," katanya. Namun demikian, Burg merekomendasikan bahwa orang dengan hipertensi harus mampu melakukan manajemen stres dan berlatih dengan konsisten.

8. Yoga
Yoga adalah cara terbaik untuk mengatasi stres. Sebuah studi baru di India menemukan bahwa latihan pernapasan yoga mengurangi tekanan darah pada orang dengan hipertensi - di mana bekerja mempengaruhi efek sistem saraf otonom - dengan mengatur denyut jantung, pencernaan, dan fungsi lainnya.

9. Jauhi kafein
Kopi memiliki beberapa manfaat kesehatan, tetapi tidak untuk menurunkan tekanan darah. Dalam jangka pendek kafein dapat memicu lonjakan tekanan darah, bahkan pada orang tanpa hipertensi.
Jika Anda memiliki tekanan darah tinggi, cara terbaik yang harus dilakukan adalah dengan membatasi asupan kafein (sekitar dua cangkir kopi per hari). Anda dapat memeriksa apakah Anda sensitif terhadap kafein atau tidak dengan memeriksa tekanan darah sebelum dan setengah jam setelah mengkonsumsi minuman berkafein. Jika meningkat sebesar 5 atau 10 poin, Anda berarti sensitif terhadap kafein.

10. Meditasi
Meditasi - apakah itu melibatkan nyanyian, pernapasan, visualisasi - dapat menjadi alat manajemen stres yang efektif bagi banyak orang, kata Burg. Sekali lagi, yang penting adalah bahwa hal itu membuat Anda merasa baik, dan Anda dapat berkomitmen untuk melakukannya secara konsisten.


Kamis, 11 Oktober 2012









SEPSIS











BAB I
PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG
Sepsis adalah syndrom yang dikarakteristikkan oleh tanda-tanda klinis dan gejala infeksi yang parah, yang dapat dikembangkan ke arah septisemia dan syok septik. Septisemia menunjukkan munculnya infeksi sistematik pada darah yang disebabkan oleh penggandaan mikro organisme secara cepat atau zat-zat racunnya, yang dapat mengakibatkan perubahan psikologis yang sangat besar.

1.2.TUJUAN
1.2.1.   Diketahuinya definisi sepsis.
1.2.2.   Diketahuinya etiologi sepsis.
1.2.3.   Diketahuinya faktor resiko sepsis.
1.2.4.   Diketahuinya manifestasi klinis sepsis.
1.2.5.   Diketahuinya pemeriksaan penunjang sepsis.
1.2.6.   Diketahuinya penatalaksanaan sepsis.
1.2.7.   Diketahuinya asuhan keperawatan sepsis.

1.3.RUMUSAN MASALAH
1.3.1.      Apakah definisi sepsis?
1.3.2.      Apakah etiologi sepsis?
1.3.3.      Apakah faktor resiko sepsis?
1.3.4.      Apakah manifestasi klinis sepsis?
1.3.5.      Apakah pemeriksaan penunjang sepsis?
1.3.6.      Apakah penatalaksanaan sepsis?
1.3.7.      Bagaimanakah asuhan keperawatan sepsis?


1.4.MANFAAT
1.4.1.      Mengetahui definisi sepsis.
1.4.2.      Mengetahui faktor resiko sepsis.
1.4.3.      Mengetahui etiologi sepsis.
1.4.4.      Mengetahui manifestasi klinis sepsis.
1.4.5.      Mengetahui pemeriksaan penunjang sepsis.
1.4.6.      Mengetahui penatalaksanaan sepsis.
1.4.7.      Mengetahui asuhan keperawatan sepsis.



















BAB II
PEMBAHASAN

1.      DEFINISI
Sepsis adalah syndrom yang dikarakteristikkan oleh tanda-tanda klinis dan gejala infeksi yang parah, yang dapat dikembangkan ke arah septisemia dan syok septik. Septisemia menunjukkan munculnya infeksi sistematik pada darah yang disebabkan oleh penggandaan mikro organisme secara cepat atau zat-zat racunnya, yang dapat mengakibatkan perubahan psikologis yang sangat besar.
Sepsis Neonatorum adalah penyakit infeksi pada bayi dengan suatu sindrom klinik ditandai dengan adanya penyakit sistematik simptomatik, asymtomatik dan adanya mikroorganisme serta toxin yang dihasilkan dalam darah (endotoxin) yang ditandai dengan terganggunya perfusi jaringan/organ vital tubuh disertai penurunan tekanan darah yang disebabkan oleh pengaruh endotoxin terhadap sirkulasi darah.

2.      ETIOLOGI
Disebabkan oleh infeksi jamur riektesia, virus, bakteri, dan kuman gram negatif.
a.       Antenatal : kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta.
1)      Virus                  : Rubella, Poliomyelitis, Coxcackie, Variola.
2)      Spirokaeta          : Typonema pallidum
3)      Bakteri               : E. Coli, Usteria mono cytogenes.
b.      Intranatal : mikroorganisme masuk melalui cairan ketuban, kontak langsung dengan kuman dan vagina.
c.       Pascanatal : kontaminasi pada saat pemggunaan alat, perawatan tidak steril, akibat infeksi silang.
Streptococcus group B, Salmonella aurcus, klebsiela, Enterobactersp, Senatina sp, Hemophillus Influenza tipe B, Streptococcus pneumonia.



3.      FAKTOR RESIKO
Prematuritas dan BBLR, ketuban pecah dini (>18 jam), demam intrapartum maternal (>37,5°C), leukositosis maternal (>18.000/ul), korioamnionitis, resusitasi saat lahir (Mansjoer,2000:509).

4.      MANIFESTASI KLINIS
Menurut Mansjoer (2000 : 509) manifestasi klinisnya adalah sebagai berikut :
a.  Umum: panas, hipotermia, tampak tidak sehat, malas minum, letargi, sklerema.
b. Saluran cerna: distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatogemali
c. Saluran napas: apnu, dispnu, takipnu,retraksi, napas cuping hidung, merintih, sianosis
d. Sistem kardiovaskular: pucat, sianosis, kutis marmorata, kulit lembab, hipotensi, takikardia, bradikardia
e. System saraf pusat: iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum, pernapasan tidak teratur, ubun-ubun membonjol, high pitched cry
f. Hematology: ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura, perdarahan

5.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
Bila sindrom klinis mengarah ke sepsis, perlu dilakukan evaluasi sepsis secara menyeluruh. Hal ini termasuk biakan darah, pungsi lumbal, analisis dan kultur urin, serta foto dada.
Diagnosis sepsis ditegakkan dengan ditemukannya kuman pada biakan darah. Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan neutropenia dengan pergeseran ke kiri (imatur:total seri granulosit>0,2). Selain itu dapat dijumpai pula trombositopenia. Adanya peningkatan reaktans fase akut seperti C-reactive protein (CPR) memperkuat dugaan sepsis. Diagnosis sebelum terapi diberikan (sebelum hasil kultur positif) adalah tersangka sepsis (Mansjoer,2000:509).

6.      PENATALAKSANAAN
a.       Suportif.
Lakukan monitoring cairan, elektrolit, dan glukosa; berikan koreksi jika terjadi hipovolemia, hiponatremia, dan hipoglikemia. Bila terjadi SIADH, batasi cairan. Atasi syok, hipoksia dan asidosis metabolic. Awasi adanya hiperbilirubinemia, lakukan transfusi tukar bila perlu. Pertimbangkan nutrisi parenteral bila pasien tidak dapat menerima nutrisi enteral.
b.      Kausatif
Antibiotok diberikan sebelum kuman penyebab diketahui. Biasanya digunakan golongan penisilin seperti ampisilin ditambah aminoglikosida seperti gentamisin. Pada sepsis nosokomial antibiotik diberikan dengan mempertimbangkan flora di ruang perawtan, namun sebagai terapi inisial biasa diberikan vankomisin dan aminoglikosida atau sefalosporin generasi ketiga. Setelah didapat hasil biakan dan uji sensitivitas, diberikan antibiotik yang sesuai. Terapi dilakukan selam 10-14 hari. Bila terjadi meningitis anibiotik diberikan selama 14-21 hari dengan dosis sesuai untuk meningitis (Mansjoer, 2000 : 510).























BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A.    PENGKAJIAN
a.   Keadaan Umum
1)      Bayi umumnya nampak tidak sehat.
2)      Buruknya kontrol suhu : hypothermi, hyperthermi
b.   Sistem sirkulasi
Pucat, cyanosis, kulit dingin, hipotensi, edema, denyut jantung abnormal (bradikardi, takikardi, aritmia).
c.   Sistem pernapasan
Pernapasan irreguler, apneu/tachipneu, retraksi.
d.   Sistem syaraf
1)      Kurangnya aktivitas : lethargi, hiporefleksia, koma, sakit kepala, pusing, pingsan.
2)      Peningkatan aktivitas : iritabilitas, tremor, kejang.
3)      Gerakan bola mata tidak  normal
4)      Tonus otot menigkat/berkurang.
e.   Sistem Saluran cerna
Tidak mau minum, muntah, diare, adanya darah dalam feses, distensi abdomen.
f.    Sistem Hemopoeitik
Jaundice, pucat, ptechie, cyanosis, splenomegali.
g.   Pemeriksaan Diagnostik
1)      Kultur (luka, sputum, urine, darah) : mengidentifikasi organisme penyebab sepsis.
2)      SDP : Ht mungkin meningkat pada status hipovolemik karena hemokonsentrasi, leukositosis, dam trombositopenia.
3)      Elektrolit serum : Asidosis, perindahan cairan dan perubahan fungsi ginjal.
4)      Glukosa serum : Hiperglikemia.
5)      GDA : Alkalosis respiratory dan hipoksemia.
B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
a)      Resiko tinggi terhadap infeksi (progresi dari sepsis ke syok sepsis) sehubungan dengan perkembangan infeksi opportunistik.
b)      Resiko tinggi terjadinya perubahan suhu : hyperthermi/hypothermi sehubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme tubuh, vasokontriksi/vasodilatasi pembuluh darah.
c)      Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya supply oksigen/pernapasan irreguler.
d)     Resiko tinggi defisit volume cairan sehubungan dengan diare, muntah, perpindahan cairan dari jaringan interstitial ke vaskuler.
e)      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan mual, muntah, metabolisme meningkat.

C.    INTERVENSI

NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN
INTERVENSI
1
Resiko tinggi terhadap infeksi (progresi dari sepsis ke syok sepsis) sehubungan dengan perkembangan infeksi opportunistik.
1) Berikan isolasi/pantau pengunjung sesuai indikasi.
2) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas walaupun menggunakan sarung tangan.
3) Batasi penggunaan alat/prosedur invasif jika memungkinkan.
4) Gunakan teknik steril
5) Monitor suhu/peningkatan suhu secara teratur
6) Amati adanya menggigil
7) Pantau TTV klien
8) Kolaborasi dengan team medis dalam pemberian antibiotik
2
Resiko tinggi terjadinya perubahan suhu : hyperthermi/hypothermi sehubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme tubuh, vasokontriksi/vasodilatasi pembuluh darah.

1) Pantau suhu klien (derajat dan pola) perhatikan menggigil/diaforesis.
2) Pantau suhu lingkungan/pengaturan suhu lingkungan.
3) Isolasi anak/bayi dalam inkubator
4) Beri kompres (dingin, hangat) bila terjadi peningkatan/penurunan suhu.
5) Catat peningkatan/penurunan suhu tubuh bayi.
6) Kolaborasi dengan team medis dalam pemeriksaan laboratorium (leukosit meningkat).
3
Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya supply oksigen/pernapasan irreguler.

1) Kaji ulang terhadap pola pertumbuhan prenatal dan atau penurunan jumlah cairan amnion seperti yang dideteksi oleh ultrasonografi.
2) Perhatikan jenis kelahiran dan kejadian intra partum yang menandakan hipoksia.
3) Perhatikan waktu dan skor Apgar, observasi pola pernafasan.
4) Kaji frekuensi pernafasan, kedalaman, upaya, observasi dan laporkan tanda dan gejala distress pernafasan, bedakan dari gejala yang berhubungan dengan polisitemia.
5) Auskultasi bunyi nafas secara teratur.
6) Hisap selang nasofaring sesuai kebutuhan, setelah pemberian suplemen oksigen pertama.
7) Auskultasi nadi apikal, perhatikan adanya sianosis.
8) Cegah komplikasi latrogenik berkenaan dengan distress dingin, ketidakseimbangan metabolik dan ketidakcukupan kalori.
9) Pantau pembacaan oksimeter nadi.
10) Pantau pemeriksaan lab sesuai indikasi, PH serum, GDA, dan HT.
11) Berikan O2 hangat dan lembab, berikan vertilasi bantuan sesuai indikasi.
12) Lakukan suction.
13) Hindari pelaksanaan suction yang terlalu sering.
4
Resiko tinggi defisit volume cairan sehubungan dengan diare, muntah, perpindahan cairan dari jaringan interstitial ke vaskuler.

1) Pantau intake dan out put.
2) Timbang berat badan setiap hari.
3) Pantau kadar elektrolit darah, nitrogen urea darah, urine dan serum, osmolalitas, kreatinin, Ht dan Hb.
4) Kaji suhu tubuh, kelembaban pada rongga oral, volume dan konsentrasi urine.
5) Berikan : bentuk-bentuk cairan yang menarik, wadah yang tidak biasa (cangkir berwarna, sedotan) dan sebuah permainan atau aktivitas (suruh anak minum jika tiba giliran anak).
5
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan mual, muntah, metabolisme meningkat.
1) Kaji BB dalam hubungannya dengan usia gestasi dan ukuran. Dokumentasikan pada grafik pertumbuhan. Timbang BB setiap hari.
2) Pertahankan lingkungna termonetral, termasuk penggunaan incubator sesuai indikasi. Pantau suhu pemanas bayi dan lingkungan dengan sering.
3) Lakukan pemberian makan awal dan sering serta lanjutkan sesuai toleransi.
4) Kaji toleransi terhadap makanan. Perhatikan warna feses, konsistensi dan frekwensi, adanya penurunan subtansi, lingkar abdomen, muntah dan residu lambung.
5) Pantau masukan dan haluaran. Hitung konsumsi kalori dan elektrolit setiap hari.
6) Kaji tingkat dehidrasi, perhatikan fontanel, turgor kulit, BJ urine, kondisi membran mukosa dan fluktuasi BB.
7) Pantau kadar Dextrosix segera setelah kelahiran dan secara rutin sampai glukosa serum distabilkan.
8) Kaji tanda-tanda hipoglikemia.
Kolaborasi
9) Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi
10) Berikan suplemen elektrolit sesuai indikasi : kalsium glukonat 10%.
11) Buat akses intravaskuler sesuai indikasi.
12) Berikan nutrisi parenteral.











BAB IV
PENUTUP
1.      KESIMPULAN
Sepsis Neonatorum adalah penyakit infeksi pada bayi dengan suatu sindrom klinik ditandai dengan adanya penyakit sistematik simptomatik, asymtomatik dan adanya mikroorganisme serta toxin yang dihasilkan dalam darah (endotoxin) yang ditandai dengan terganggunya perfusi jaringan/organ vital tubuh disertai penurunan tekanan darah yang disebabkan oleh pengaruh endotoxin terhadap sirkulasi darah.

2.      SARAN
a.       Kepada pembaca
Diharapkan kepada pembaca yang mengenai makalah ini tentang keperawatan khususnya keperawatan anak semoga bermanfaat dan sedikit memberikan pengetahuan melalui makalah ini.
b.      Kepada mahasiswa
Mahasiswa diharapkan mampu memahami dan dapat memperdalam ilmu pengetahuan mengenai keperawatan anak, karena keperawatan anak adalah salah satu bagian dari ilmu keperawatan, baik itu dirumah sakit maupun ditempat kesehatan lain sering kita temui dengan masalah gangguan anak yang pastinya membutuhkan keperawatan.





DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Ediai 8. Jakarta : EGC.

Doenges, Marilyn E.dkk. 2000. Rencana Perawatan Maternal/Bayi. Jakarta : EGC.

Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius FK UI.

Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Info Medika Jakarta
























HIPERBILIRUBIN











BAB I
PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG
Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan. Di Jakarta dilaporkan 32,19% menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan ikterus harus mendapat perhatian terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau kadar bilirubin meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologik. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan.

1.2.TUJUAN
1.2.1.      Diketahuinya pengertian hiperbilirubin.
1.2.2.      Diketahuinya etiologi hiperbilirubin.
1.2.3.      Diketahuinya patofisiologi hiperbilirubin.
1.2.4.      Diketahuinya tanda dan gejala hiperbilirubin.
1.2.5.      Diketahuinya penatalaksanaan hiperbilirubin.
1.2.6.      Diketahuinya prognosis hiperbilirubin.
1.2.7.      Diketahuinya asuhan keperawatan bilirubin.

1.3.RUMUSAN MASALAH
1.3.1.      Apakah pengertian hiperbilirubin?
1.3.2.      Apakah etiologi hiperbilirubin?
1.3.3.      Apakah patofisiologi hiperbilirubin?
1.3.4.      Apakah tanda dan gejala hiperbilirubin?
1.3.5.      Apakah penatalaksanaan hiperbilirubin?
1.3.6.      Apakah prognosis hiperbilirubin?
1.3.7.      Bagaimanakah asuhan keperawatan hiperbilirubin?

1.4.MANFAAT
1.4.1.      Mengetahui pengertian hiperbilirubin.
1.4.2.      Mengetahui etiologi hiperbilirubin.
1.4.3.      Mengetahui patofisiologi hiperbilirubin.
1.4.4.      Mengetahui tanda dan gejala hiperbilirubin.
1.4.5.      Mengetahui penatalaksanaan hiperbilirubin.
1.4.6.      Mengetahui prognosis hiperbilirubin.
1.4.7.      Mengetahui asuhan keperawatan bilirubin.














BAB II
PEMBAHASAN
1.      DEFINISI
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.
Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubin.

2.      ETIOLOGI
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor:
1.      Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuannya bayi untuk mengeluarkannya, misal pada hemolisis yang meningkat pada inkompabilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PADA, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
2.      Gangguan proses “uptake” dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh immturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom Criggler-Najjar) penyebab lain atau defisiensi protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.
3.      Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, dan sulfaforazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapat bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.

4.      Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi/kerusakan hepar oleh penyebab lain.

3.      PATOFISIOLOGI
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan bebab bilirubin pada streptucocus hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik. Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar protein-Z dan protein-Y terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia, ditentukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukuronii transferase) atau bayi menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatika.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan jaringan otak. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat indirek ini yang memungkinkan efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas. Berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan susunan saraf pusat yang karena trauma atau infeksi.

4.      TANDA DAN GEJALA
♦ Kulit tampak berwarna kuning terang sampai jingga (pada bayi dengan bilirubin indirek).
♦ Anemia
♦ Petekie
♦ Perbesaran lien dan hepar
♦ Perdarahan tertutup
♦ Gangguan nafas
♦ Gangguan sirkulasi
♦ Gangguan saraf

5.      PENATALAKSANAAN
Tujuan utama adalah untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan kernikterus/ensefalopati biliaris, serta mengobati penyebab langsung ikterus. Konjugasi bilirubin dapat lebih cepat berlangsung ini dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya glukuronil transferase dengan pemberian obat seperti luminal atau agar. Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma atau albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian kolesteramin), terapi sinar atau transfusi hikan, merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin.
Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila ditemukan efek samping terapi sinar, antara lain: enteritis, hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit (ruam gigitan kutu), gangguan minum, letargi dan iritabilitas. Efek samping bersifat sementara dan kadang-kadang penyinaran dapat diteruskan sementara keadaan yang menyertainya diperbaiki.

6.      PROGNOSIS
Hiperbilirubin baru akan berpengaruh bentuk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar otak, penderita mungkin menderita kernikterus atau ensefalopati biliaris, gejala ensefalopati pada neonatus mungkin sangat ringan dan hanya memperlihatkan gangguan minum, letargi dan hipotonia, selanjutnya bayi mungkin kejang, spastik dan ditemukan opistotonis. Pada stadium mungkin didapatkan adanya atitosis , gangguan pendengaran atau retardasi mental di hari kemudian.



BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

1.      PENGKAJIAN
a.       Riwayat penyakit
Kekacauan/ gangguan hemolitik (Rh atau ABO incompabilitas), policitemia, infeksi, hematom, memar, liver atau gangguan metabolik, obstruksi menetap, ibu dengan diabetes.
b.      Pemeriksaan fisik
- Kuning
- Pucat
- Urine pekat
- Letargi
- Penurunan kekuatan otot (hipotonia)
- Penurunan refleks menghisap
- Gatal
- Tremor
- Convulsio (kejang perut)
- Menangis dengan nada tinggi
c. Pemeriksaan psikologis
    Efek dari sakit bayi; gelisah, tidak kooperatif/ sulit kooperatif, merasa asing.


d.      Pengkajian pengetahuan keluarga dan pasien
Penyebab dan perawatan, tindak lanjut pengobatan, membina kekeluargaan dengan bayi yang lain yang menderita ikterus, tingkat pendidikan, kurang membaca dan kurangnya kemauan untuk belajar.

2.      DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Resiko peningkatan kadar bilirubin dalam darah berhubungan dengan kondisi fisiologis/patologis
2.      Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan malas menghisap
3.      Resiko perubahan suhu Tubuh berhubungan dengan efek samping fototerapi
4.      Resiko terjadi trauma persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan efek samping fototerapi
5.      Resiko terjadi gangguan integritas kulit berhubungan dengan efek samping
6.      Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang tujuan, prosedur pemasangan dan efek samping fototerapi

3.      INTERVENSI

DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN
INTERVENSI
Resiko peningkatan kadar bilirubin dalam darah berhubungan dengan kondisi fisiologis/patologis
Tidak ada peningkatan hiperbilirubinemia
a.Monitor tanda-tanda vital
b.Monitor bilirubin serum
c.Monitor bila ada muntah, kaku otot atau tremor
d.Kolaborasi terapi dengan tim medis
e.Berikan minum ekstra
f.Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian fototerapi
Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan malas menghisap
Kebutuhan nutrisi terpenuhi
a.Berikan minum melalui sonde(ASI yang diperah atau PASI)
b.Lakukan oral hygiene dan olesi mulut dengan kapas basah
c.Monitor intake dan output
d.Monitor berat badan tiap hari
e.Observasi turgor dan membran mukosa
Resiko perubahan suhu Tubuh berhubungan dengan efek samping fototerapi
Suhu tubuh tetap normal
a.Monitor tanda-tanda vital tiap 4jam
b.Perhatikan suhu lingkungan dan gunakan isolasi
c.Berikan minum tambahan

Resiko terjadi trauma persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan efek samping fototerapi
Tidak terjadi gangguan pada retina pada masa perkembangan

1.Kaji efek samping fototerapi
2.Letakkan bayi 45 cm dari sumber cahaya/lampu
3.Selama dilakukan fototerapi tutup mata dan genital dengan bahan yang tidak tembus cahaya
4.Monitor reflek mata dengan senter pada saat bayi diistirahatkan dan kontrol keadaan mata setiap 8 jam
5.Buka tutup mata bila diberi minum atau saat tidak dibawah sinar
6.Observasi dan catat penggunaan lampu
Resiko terjadi gangguan integritas kulit berhubungan dengan efek samping
Selama dalam perawatan kulit bayi tidak mengalami gangguan integritas kulit
a.Observasi keadaan keutuhan kulit dan warnanya
b.Bersihkan segera bila bayi buang air besar atau buang air kecil
c.Gunakan lotion pada daerah bokong
d.Jaga alat tenun dalam keadaan bersih dan kering
e.Lakukan alih baring dan pemijatan
Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang tujuan, prosedur pemasangan dan efek samping fototerapi
Orang tua mengerti tujuans, prosedur dan efek samping fototerapi
1.Beri penyuluhan pada orang tua tentang tujuan, prosedur dan efek samping fototerapi
2.Berikan support mental
3.Libatkan orang tua dalam prosedur fototerapi.

















BAB IV
PENUTUP

1.      KESIMPULAN
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.

2.      SARAN
a.       Kepada pembaca
Diharapkan kepada pembaca yang mengenai makalah ini tentang keperawatan khususnya keperawatan anak semoga bermanfaat dan sedikit memberikan pengetahuan melalui makalah ini.
b.      Kepada mahasiswa
Mahasiswa diharapkan mampu memahami dan dapat memperdalam ilmu pengetahuan mengenai keperawatan anak, karena keperawatan anak adalah salah satu bagian dari ilmu keperawatan, baik itu dirumah sakit maupun ditempat kesehatan lain sering kita temui dengan masalah gangguan anak yang pastinya membutuhkan keperawatan.







DAFTAR PUSTAKA

Nursalam. (2001). Proses dan Dokumentasi Keperawatan: Konsep dan Penyakit. Salemba Medika. Jakarta.
Nursalam. (2005). Asuhan Keperawatan Pada Bayi dan Anak (untuk perawat dan bidan). Salemba Medika. Jakarta.
Setiadi. (2007). Anatomi dan Fisiologi Manusia. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Soegijanto,Soegeng, (2002). Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Pelaksanaan. Salemba Medika, Jakarta.



























RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME
(RDS)





BAB I
PENDAHULUAN
           
1.1.LATAR BELAKANG
Penyebab terbanyak dari angka kesakitan dan kematian pada bayi prematur adalah Respiratory Distress Syndrome ( RDS ). Sekitar 5 -10% didapatkan pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat 501-1500 gram (lemons et al,2001). Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan dan menurun sejak digunakan surfaktan eksogen ( Malloy & Freeman 2000).
Adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA (Stark 1986).

1.2.TUJUAN
1.2.1.      Diketahuinya definisi RDS.
1.2.2.      Diketahuinya patofisiologi RDS.
1.2.3.      Diketahuinya gambaran klinis RDS.
1.2.4.      Diketahuinya asuhan keperawatan RDS.

1.3.RUMUSAN MASALAH
1.3.1.      Apakah definisi RDS?
1.3.2.      Apakah patofisiologi RDS?
1.3.3.      Apakah gambaran klinis RDS?
1.3.4.      Bagaimanakah asuhan keperawatan RDS?
1.4.MANFAAT
1.4.1.      Mengetahui defini RDS.
1.4.2.      Mengetahui patofisiologi RDS.
1.4.3.      Mengetahui gambaran klinis RDS.
1.4.4.      Mengetahui asuhan keperawatan RDS.

















BAB II
PEMBAHASAN
           
1.      DEFINISI
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Penyebab terbanyak dari angka kesakitan dan kematian pada bayi prematur adalah Respiratory Distress Syndrome ( RDS ). Sekitar 5 -10% didapatkan pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat 501-1500 gram (lemons et al,2001). Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan dan menurun sejak digunakan surfaktan eksogen ( Malloy & Freeman 2000).
Adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA (Stark 1986).
2.      PATOFISIOLOGI
Pada RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya zat yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel saluran nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai max pada minggu ke 35. Zat ini terdiri dari fosfolipid (75%) dan protein (10%). Peranan surfaktan ialah merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara fungsional pada sisa akhir expirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis.
Hipoksia akan menyebabkan terjadinya :
a)      Oksigenasi jaringan menurun>metabolisme anerobik dengan penimbunan asam laktat asam organic>asidosis metabolic.
b)      Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris>transudasi kedalam alveoli>terbentuk fibrin>fibrin dan jaringan epitel yang nekrotik>lapisan membrane hialin.
Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantun, penurunan aliran darah keparum, dan mengakibatkan hambatan pembentukan surfaktan, yang menyebabkan terjadinya atelektasis.
Sel tipe II ini sangat sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia pada periode perinatal, dan kematangannya dipacu dengan adanya stress intrauterine seperti hipertensi, IUGR dan kehamilan kembar.
3.      GAMBARAN KLINIS
RDS mungkin terjadi pada bayi premature dengan berat badan
Tanda-tanda gangguan pernafasan berupa :
    1. Dispnue/hipernue
    2. Sianosis
    3. Retraksi suprasternal / epigastrik / intercostals
    4. Grunting expirasi
Didapatkan gejala lain seperti : 
    1. Bradikardi
    2. Hipotensi
    3. Kardiomegali
    4. Edema terutama didaerah dorsal tangan atau kaki
    5. Hipotermi
    6. Tonus otot yang menurun
Gambaran radiology : bercak-bercak difus berupa infiltrate retikulogranular disertai dengan air bronkogram.


















BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

1.      DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.       Inefektif pola nafas b.d adanya penumpukan lendir pada jalan nafas.
b.      Gangguan perfusi jaringan b.d kurangnya oksigenasi keotak
c.       Defisit volume cairan b.d meningkatnya metabolisme
d.      Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake yang tidak adekuat
e.       Resiko terjadinya infeksi pada tali pusat b.d invasi kuman patogen kedalam tubuh
f.       Kecemasan ortu b.d kurang pengetahuan ortu tentang kondisi bayi.

2.      RENCANA TINDAKAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN
INTERVENSI
Inefektif pola nafas b.d adanya penumpukan lendir pada jalan nafas.
Pola nafas efektif . Dengan Kriteria Hasil :
·         RR 30-60 x/mnt
·         Sianosis (-)
·         Sesak (-)
·         Ronchi (-)
Whezing (-)
Observasi pola Nafas.
Observasi frekuensi dan bunyi nafas
Tempatkan kepala pada posisi hiperekstensi.
Observasi adanya sianosis.
Lakukan suction.
Monitor dengan teliti hasil pemeriksaan gas darah.
Beri O2 sesuai program.
Atur ventilasi ruangan tempat perawatan klien.
Observasi respon bayi terhadap ventilator dan terapi O2.
Kolaborasi dengan tenaga medis lainnya.
Gangguan perfusi jaringan b.d kurangnya oksigenasi keotak
Gangguan perfusi jaringan teratasi Kriteria hasil :
o    RR 30-60 x/mnt.
o    Nadi 120-140 x/mnt.
o    Suhu 36,5-37 C
o    Sianosis (-)
Ekstremitas hangat
Observasi frekwensi dan bunyi jantung.
Observasi adanya sianosis.
Beri oksigen sesuai kebutuhan
Kaji kesadaran bayi
Observasi TTV
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian therapy
Defisit volume cairan b.d meningkatnya metabolisme
Kebutuhan nutrisi ter- penuhi
Kriteria hasil :
o    Tidak terjadi penurunan BB> 15 %.
o    Muntah (-)
Bayi dapat minum dengan baik
Observasi intake dan output.
Observasi reflek menghisap dan menelan bayi.
Kaji adanya sianosis pada saat bayi minum.
Pasang NGT bila diperlukan
Beri nutrisi sesuai kebutuhan bayi.
Timbang BB tiap hari.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian therapy.
Kolaborasi dengan tim gizi untuk pemberian diit bayi
Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake yang tidak adekuat
Kecemasan berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Kriteria hasil :
o    Orang tua mengerti tujuan yang dilakukan dalam pengobatan therapy.
o    Orang tua tampak tenang.
Orang tua berpartisipasi dalam pengobatan.
Jelaskan tentang kondisi bayi.
Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan penjelasan tentang penyakit dan tindakan yang akan dilakukan berkaitan dengan penyakit yang diderita bayi.
Libatkan orang tua dalam perawatan bayi.
Berikan support mental.
Berikan reinforcement atas pengertian orang tua.
Resiko terjadinya infeksi pada tali pusat b.d invasi kuman patogen kedalam tubuh
Infeksi tali pusat tidak terjadi.
Kriteria hasil :
o    Suhu 36-37 C
o    Tali pusat kering dan tidak berbau.
Tidak ada tanda-tanda infeksi pada tali pusat.
Lakukan tehnik aseptic dan antiseptic pada saat memotong tali pusat.
Jaga kebersihan daerah tali pusat dan sekitarnya.
Mandikan bayi dengan air bersih dan hangat.
Observasi adanya perdarahan pada tali pusat.
Cuci tali pusat dengan sabun dan segera keringkan bila tali pusat kotor atau terkena feses.
Observasi suhu bayi.
Kecemasan ortu b.d kurang pengetahuan ortu tentang kondisi bayi.
Volume cairan terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Kriteria hasil :
o    Suhu 36-37 C
o    Nadi 120-140 x/mnt
Turgor kulit baik.
Observasi suhu dan nadi.
Berikan cairan sesuai kebutuhan.
Observasi tetesan infus.
Observasi adanya tanda-tanda dehidrasi atau overhidrasi.
Kolaborasi pemberian therapy






BAB IV
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA (Stark 1986).
B.     SARAN
a.       Kepada pembaca
Diharapkan kepada pembaca yang mengenai makalah ini tentang keperawatan khususnya keperawatan anak semoga bermanfaat dan sedikit memberikan pengetahuan melalui makalah ini.
b.      Kepada mahasiswa
Mahasiswa diharapkan mampu memahami dan dapat memperdalam ilmu pengetahuan mengenai keperawatan anak, karena keperawatan anak adalah salah satu bagian dari ilmu keperawatan, baik itu dirumah sakit maupun ditempat kesehatan lain sering kita temui dengan masalah gangguan anak yang pastinya membutuhkan keperawatan.







DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E.dkk. 2000. Rencana Perawatan Maternal/Bayi. Jakarta : EGC.

Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius FK UI.

Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Info Medika Jakarta





























TETANUS NEONATORUM










BAB I
PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG
Tetanus neonatorium merupakan penyebab kejang yang sering di jumpai pada BBL yang di sebabkan oleh infeksi selama masa neonatal, yang antara lain terjadi sebagai akibat pemotogan tali pusat atau perawatan tidak aseptik.

1.2.TUJUAN
1.2.1.      Diketahuinya definisi tetanus neonatorum.
1.2.2.      Diketahuinya etiologi tetanus neonatorum.
1.2.3.      Diketahuinya gambaran klinis tetanus neonatorum.
1.2.4.      Diketahuinya manifestasi klinis tetanus neonatorum.
1.2.5.      Diketahuinya patofisiologi tetanus neonatorum.
1.2.6.      Diketahuinya faktor resiko tetanus neonatorum.
1.2.7.      Diketahuinya penatalaksanaan tetanus neonatorum.
1.2.8.      Diketahuinya asuhan keperawatan tetanus neonatorum.

1.3.RUMUSAN MASALAH
1.3.1.      Apa definisi tetanus neonatorum?
1.3.2.      Apa etiologi tetanus neonatorum?
1.3.3.      Apa gambaran klinis tetanus neonatorum?
1.3.4.      Apa manifestasi klinis tetanus neonatorum?
1.3.5.      Apa patofisiologi tetanus neonatorum?
1.3.6.      Apa faktor resiko tetanus neonatorum?
1.3.7.      Apa penatalaksanaan tetanus neonatorum?
1.3.8.      Apa asuhan keperawatan tetanus neonatorum?

1.4.MANFAAT
1.4.1.      Mengetahui definisi tetanus neonatorum.
1.4.2.      Mengetahui etiologi tetanus neonatorum.
1.4.3.      Mengetahui gambaran klinis tetanus neonatorum.
1.4.4.      Mengetahui manifestasi klinis tetanus neonatorum.
1.4.5.      Mengetahui patofisiologi tetanus neonatorum.
1.4.6.      Mengetahui faktor resiko tetanus neonatorum.
1.4.7.      Mengetahui penatalaksanaan tetanus neonatorum.
1.4.8.      Mengetahui asuhan keperawatan tetanus neonatorum.


















BAB II
PEMBAHASAN

A.    DEFINISI
Tetanus neonatorim adalah suatu penyakit infeksi yang di sebabkan oleh kuman,clostridium tetani.
Tetanus neonatorium merupakan penyebab kejang yang sering di jumpai pada BBL yang di sebabkan oleh infeksi selama masa neonatal, yang antara lain terjadi sebagai akibat pemotogan tali pusat atau perawatan tidak aseptik.

B.     ETIOLOGI
Penyebab penyakit ini adalah clostridium tetani. Kuman ini bersifat anaerobik dan mengeluarkan eksotoksin yang neorotropoik.

C.    GAMBARAN KLINIK
Masa inkubasi biasanya 3 – 10 hari. Gejala permulaan adalah bayi mendadak tidak mau atau tidak bisa menetek karena mulut tertutup (trismus), mulut mencucu seperti ikan, dapat terjadi spasmus otot yang luas dan kejang yang umum. Leher menjadi kaku dan kepala mendongak ke atas (opistotonus). Dinding abdomen kaku, mengeras dan kalau terdapat kejang otot pernafasan, dapat terjadi sianosis. Suhu dapat meningkat sampai 390 C. Naiknya suhu ini mempunyai prognosis yang tidak baik.

D.    MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinik pada tetanus neonatorum sangat khas sehingga masyarakat yang primitifpun mampu mengenalinya. Anak yang semula menangis, menetek dan hidup normal, mulai hari ketiga menunjukan gejala klinik yang bervariasi mulai dari kekakuan mulut dan kesulitan menetek, risus sardonicus sampai opistotonus. Trismus pada tetanus neonatorum tidak sejelas pada penderita anak atau dewasa, karena kekakuan otot leher lebih kuat dari otot masseter, sehingga rahang bawah tertarik dan mulut justru agak membuka dan kaku (Athvale, dan Pai, 1965, Marshall, 1968). 
Bentukan mulut menjadi mecucu (Jw) seperti mulut ikan karper. Bayi yang semula kembali lemas setelah kejang dengan cepat menjadi lebih kaku dan frekuensi kejang-kejang menjadi makin sering dengan tanda-tanda klinik kegagalan nafas (Irwantono, Ismudijanto dan MF Kaspan 1987). Kekakuan pada tetanus sangat khusus : fleksi pada tangan, ekstensi pada tungkai namun fleksi plantar pada jari kaki tidak tampak sejelas pada penderita anak.

Kekakuan dimulai pada otot-otot setempat atau trismus kemudian menjalar ke seluruh tubuh, tanpa disertai gangguan kesadaran. Seluruh tubuh bayi menjadi kaku, bengkok (flexi) pada siku dengan tangan dikepal keras keras. Hipertoni menjadi semakin tinggi, sehingga bayi dapat diangkat bagaikan sepotong kayu. Leher yang kaku seringkali menyebabkan kepala dalam posisi menengadah

E.     PATOFISIOLOGI
Spora yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobic berubah menjadi bentuk vegetatif dan berbiak sambil menghasilkan toxin. Dalam jaringan yang anaerobic ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan oxigen jaringan akibat adanya nanah, nekrosis jaringan, garam kalsium yang dapat diionisasi. Secara intra axonal toxin disalurkan ke sel saraf (cel body) yang memakan waktu sesuai dengan panjang axonnya dan aktifitas serabutnya. Belum terdapat perubahan elektrik dan fungsi sel saraf walaupun toksin telah terkumpul dalam sel. Dalam sungsum belakang toksin menjalar dari sel saraf lower motorneuron ke lekuk sinaps dan diteruskan ke ujung presinaps dari spinal inhibitory neurin. Pada daerah inilah toksin menimbulkan gangguan pada inhibitory transmitter dan menimbulkan kekakuan.
Tanda – tanda:
1.      mula dapat disusui dengan baik, tiba – tiba tidak mau menyusu.
2.      Mulut mencucu, seperti mulut ikan.
3.      Mudah sekali dan sering kejang, terutama jika disentuh, terkena sinar, atau mendengar suara keras.
4.      Wajahnya kebiruan.
5.      Kadang – kadang demam.
Tanda – tanda tersebut mulai timbul antara 3 – 14 hari sesudah lahir, tetapi kadang – kadang lebih lambat. Tetanus neonatorum terjadi karena pemotongan tali pusat bayi dengan menggunakan alat yang tidak bersih, luka tali pusat kotor atau tidak bersih karena diberi bermacam – macam ramuan, atau ibu hamil tidak mendapat imunisasi TT lengkap sehingga bayi yang dikandungnya tidak kebal terhadap penyakit tetanus neonatorum.
F.     FAKTOR RESIKO DAN PENCEGAHAN
1.      Faktor resiko
Tetanus neonatorum terjadi pada masa perinatal, antara umur 0 sampai 28 hari, terutama pada saat luka puntung tali pusat belum kering, sehingga spora C. tetani dapat mencemari dan berbiak menjadi kuman vegetatif.
Menurut Foster, (1983) serta Sub Dinas PPM Propinsi Jawa Timur, (1989) terdapat 5 faktor resiko pokok tetanus neonatorum yaitu :
(a) faktor resiko pencemaran lingkungan fisik dan biologik,
(b) faktor cara pemotongan tali pusat,
(c) faktor cara perawatan tali pusat,
(d) faktor kebersihan pelayanan persalinan dan
(e) faktor kekebalan ibu hamil.

* Faktor Risiko Pencemaran Lingkungan Fisik dan Biologik
Merupakan faktor yang menentukan kepadatan kuman dan tingginya tingkat pencemaran spora di lingkungannya. Risiko akan hilang bila lahan pertanian dan peternakan diubah penggunaannya

* Faktor Cara Pemotongan Tali Pusat
Penggunaan sembilu, pisau cukur atau silet untuk memotong tali pusat tergantung pada pengertian masyarakat akan sterilitas. Setelah dipotong, tali pusat dapat disimpul erat-erat atau diikat dengan benang. Penolong persalinan biasanya lebih memusatkan perhatian pada ”kelahiran” plasenta dan perdarahan ibu.



* Faktor Cara Perawatan Tali Pusat
Tata cara perawatan perinatal sangat berkaitan erat dengan hasil interaksi antara tingkat pengetahuan, budaya, ekonomi masyarakat dan adanya pelayanan kesehatan di lingkungan sekitarnya. Masyarakat di banyak daerah masih menggunakan daun-daun, ramuan, serbuk abu dan kopi untuk pengobatan luika puntung tali pusat. Kebiasaan ini tidak dapat dihilangkan hanya dengan pendidikan dukun bayi saja.

* Faktor Kebersihan Pelayanan Persalinan
Merupakan interaksi antara kondisi setempat dengan tersedianya pelayanan kesehatan yang baik di daerah tersebut yang menentukan subyek penolong persalinan dan kebersihan persalinan. Untuk daerah terpencil yang belum terjangkau oleh pelayanan persalinan yang higienis maupun daerah perkotaan yang biaya persalinannya tak terjangkau oleh masarakat, peranan dukun bayi (terlatih atau tidak) maupun penolong lain sangatlah besar. Pelatihan dukun bayi dapat menurunkan kematian perinatal namun tidak berpengaruh pada kejadian tetanus neonatorum.
Masih banyak ibu yang tidak memeriksakan kehamilannya (25 sampai 60%) dan lebih banyak lagi yang persalinannya tidak ditolong oleh tenaga medis (70%) sehingga resiko tetanus neonatorum bagi bayi lahir di Indonesia besar.

* Faktor Kekebalan Ibu Hamil
Merupakan faktor yang sangat penting. Antibodi antitetanus dalam darah ibu hamil yang dapat disalurkan pada bayinya dapat mencegah manifestasi klinik infeksi dengan kuman C. tetani (Suri, dkk,1964). Suntikan tetanus toksoid 1 kalipun dapat mengurangi kematian tetanus neonatorum dari 70-78 per 1000 kelahiran hidup menjadi 40 per 1000 kelahiran hidup (Newell, 1966, Black, 1980, Rahman, 1982).

2.      Pencegahan
·         Melaui pertolongan persalinan tiga bersih, yaitu bersih tangan, bersih alas, dan bersih alat.

1. Bersih tangan
Sebelum menolong persalinan, tangan poenolong disikat dan dicuci dengan sabun sampai bersih. Kotoran di bawah kuku dibersihkan dengan sabun. Cuci tangan dilakukan selama 15 – 30 “ . Mencuci tangan secara benar dan menggunakan sarung tangan pelindung merupakan kunci untuk menjaga lingkungan bebas dari infeksi.

2. Bersih alas
Tempat atau alas yang dipakai untuk persaliunan harus bersih, karena clostrodium tetani bisa menular dari saluran genetal ibu pada waktu kelahiran.

3. Bersih alat
Pemotongan tali pusat harus menggunakan alat yang steril. Metode sterilisasi ada 2, yang pertama dengan pemanasan kering : 1700 C selama 60 ‘ dan yang kedua menggunakan otoklaf : 106 kPa, 1210 C selama 30 ‘ jika dibungkus, dan 20 ‘ jika alat tidak dibungkus.

·         Perawatan tali pusat yang baik
Untuk perawatan tali pusat baik sebelum maupun setelah lepas, cara yang murah dan baik yaitu mernggunakan alkohol 70 % dan kasa steril. Kasa steril yang telah dibasahi dengan alkohol dibungkuskan pada tali pusat terutama pada pangkalnya. Kasa dibasahi lagi dengan alkohol jika sudah kering. Jika tali pusat telah lepas, kompres alkohol ditruskan lagi sampai luka bekas tali pusat kering betul (selama 3 – 5 hari). Jangan membubuhkan bubuk dermatol atau bedak kepada bekas tali pusat karena akan terjadi infeksi.

·         Pemberian Imunisasi Tetanus Toksoid (TT) pada ibu hamil
Kekebalan terhadap tetanus hanya dapat diperoleh melalui imunisasi TT. Ibu hamil yang mendapatkan imunisasi TT dalam tubuhnya akan membentuk antibodi tetanus. Seperti difteri, antibodi tetanus termasuk dalam golongan Ig G yang mudah melewati sawar plasenta, masuk dan menyebar melalui aliran darah janin ke seluruh tubuh janin, yang akan mencegah terjadinya tetanis neonatorum.
Imunisasi TT pada ibu hamil diberikan 2 kali ( 2 dosis). Jarak pemberian TT pertama dan kedua, serta jarak antara TT kedua dengan saat kelahiran, sangat menentukan kadar antibodi tetanus dalam darah bayi. Semakin lama interval antara pemberian TT pertama dan kedua serta antara TT kedua dengan kelahiran bayi maka kadar antibosi tetanus dalam darah bayi akan semakin tinggi, karena interval yang panjang akan mempertinggi respon imunologik dan diperoleh cukup waktu untuk menyeberangkan antibodi tetanus dalam jumlah yan cukup dari tubuh ibu hamil ke tubuh bayinya.
TT adalah antigen yang sangat aman dan juga aman untuk ibu hamil tidak ada bahaya bagi janin apabila ibu hamil mendapatkan imunisasi TT . Pada ibu hamil yang mendapatkan imunisasi TT tidak didapatkan perbedaan resiko cacat bawaan ataupun abortus dengan mereka yang tidak mendapatkan imunisasi.

G.    PENATALAKSANAAN
1. Mengatasi kejang 
Kejang dapat diatasi dengan mengurangi rangsangan atau pemberian obat anti kejang. Obat yang dapat dipakai adalah kombinasi fenobarbital dan largaktil. Fenobarbital dapat diberikas mula-mula 30 – 60 mg parenteral kemudian dilanjutkan per os dengan dosis maksimum 10 mg per hari. Largaktil dapat diberikan bersama luminal, mula-mula 7,5 mg parenteral, kemudian diteruskan dengan dosis 6 x 2,5 mg setiap hari. Kombinasi yang lain adalah luminal dan diazepam dengan dosis 0,5 mg/kg BB. Obat anti kejang yang lain adalah kloralhidrat yang diberikan lewat rektum. 

2. Pemberian antitoksin
Untuk mengikat toksin yang masih bebas dapat diberi A.T.S (antitetanus serum) dengan dosis 10.000 satuan setiap hari serlama 2 hari .

3. Pemberian antibiotika
Untuk mengatasi inferksi dapat digunakan penisilin 200.000 satuan setiap hari dan diteruskan sampai 3 hari panas turun.

4. Tali pusat dibersihkan atau di kompres dengan alkohol 70 % atau betadin 10 %.

5. Memperhatikan jalan nafas, diuresis, dan tanda vital. Lendir sering dihisap.


















BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

1.      Pengkajian
2.      Riwayat kehamilan prenatal. 
Ditanyakan apakah ibu sudah diimunisasi TT.
3.      Riwayat natal ditanyakan. 
Siapa penolong persalinan karena data ini akan membantu membedakan persalinan yang bersih/higienis atau tidak. Alat pemotong tali pusat, tempat persalinan.
4.      Riwayat postnatal. 
Ditanyakan cara perawatan tali pusat, mulai kapan bayi tidak dapat menetek (incubation period). Berapa lama selang waktu antara gejala tidak dapat menetek dengan gejala kejang yang pertama (period of onset).
5.      Riwayat imunisasi pada tetanus anak.
Ditanyakan apakah sudah pernah imunisasi DPT/DT atau TT dan kapan terakhir
6.      Riwayat psiko sosial.
·         Kebiasaan anak bermain di mana
·         Hygiene sanitasi
7.      Pemeriksaan fisik.
Pada awal bayi baru lahir biasanya belum ditemukan gejala dari tetanus, bayi normal dan bisa menetek dalam 3 hari pertama. Hari berikutnya bayi sukar menetek, mulut “mecucu” seperti mulut ikan. Risus sardonikus dan kekakuan otot ekstrimitas. Tanda-tanda infeksi tali pusat kotor. Hipoksia dan sianosis.
Pada anak keluhan dimulai dengan kaku otot lokal disusul dengan kesukaran untuk membuka mulut (trismus).
Pada wajah : Risus Sardonikus ekspresi muka yang khas akibat kekakuan otot-otot mimik, dahi mengkerut, alis terangkat, mata agak menyipit, sudut mulut keluar dan ke bawah.
Opisthotonus tubuh yang kaku akibat kekakuan otot leher, otot punggung, otot pinggang, semua trunk muscle.
Pada perut : otot dinding perut seperti papan. Kejang umum, mula-mula terjadi setelah dirangsang lambat laun anak jatuh dalam status konvulsius.
Pada daerah ekstrimitas apakah ada luka tusuk, luka dengan nanah, atau gigitan binatang

8.      Tata laksana pasien tetanus
Umum
1.      Mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi. Pemberian cairan secara i.v., sekalian untuk memberikan obat-obatan secara syringe pump (valium pump).
2.      Menjaga saluran nafas tetap bebas, pada kasus yang berat perlu tracheostomy.
3.       Memeriksa tambahan oksigen secara nasal atau sungkup.
4.      . Kejang harus segera dihentikan dengan pemberian valium/diazepam bolus i.v. 5 mg untuk neonatus, bolus i.v. atau perectal 10 mg untuk anak-anak (maksimum 0.7 mg/kg BB).
Khusus
1.      Antibiotika PP 50.000-100.000 IU/kg BB.
2.      Sera anti. Dapat diberikan ATS 5000 IU i.m. atau TIGH (Tetanus Immune Globulin Human) 500-3.000 IU. Pemberian sera anti harus disertai dengan imunisasi aktif dengan toksoid (DPT/DT/TT)
3.      Perawatan luka sangat penting dan harus secara steril dan perawatan terbuka (debridement).
4.      Konsultasi dengan dokter gigi atau dokter bedah atau dokter 

9.      DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. peningkatan kebutuhan kalori yang tinggi, makan tidak adekuat.
2.      Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan sirkulasi (hipoksia berat).
3.      Ketidakefektifan jalan nafas b.d. terkumpulnya liur di dalam rongga mulut (adanya spasme pada otot faring).
4.      Koping keluarga tidak efektif b.d. kurang pengetahuan keluarga tentang diagnosis/prognosis penyakit anak
5.      Gangguan komunikasi verbal b.d. sukar untuk membuka mulut (kekakuan otot-otot masseter)
6.      Risti gangguan pertukaran gas b.d. penurunan oksigen di otak.
7.      Risti injuri b.d. kejang spontan yang terus-menerus (kurang suplai oksigen karena adanya oedem laring).

10.  INTERVENSI
DX.1                     : Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. Peningkatan kebutuhan kalori yang tinggi, makan tidak adekuat.
Tujuan                   : nutrisi dan cairan dapat dipertahankan sesuai dengan berat
badan dan pertumbuhan normal.
Kriteria hasil          :
Tidak terjadi dehidrasi
Tidak terjadi penurunan BB
Hasil lab. tidak menunjukkan penurunan albumin dan Hb
Tidak menunjukkan tanda-tanda malnutrisi
Intervensi              :
1. Catat intake dan output secara akurat.
2. Berikan makan minum personde tepat waktu.
3. Berikan perawatan kebersihan mulut.
4. Gunakan aliran oksigen untuk menurunkan distress nafas.
5. Berikan formula yang mengandung kalori tinggi dan protein tinggi dan
sesuaikan dengan kebutuhan.
6. Ajarkan dan awasi penggunaan makanan sehari-hari.
7. Tegakkan diet yang ditentukan dalam bekerja sama dengan ahli gizi.

DX.2                     : Ketidakefektifan jalan nafas b.d. terkumpulnya liur di dalam rongga mulut (adanya spasme pada otot faring)
Tujuan                   : kelancaran lalu lintas udara (pernafasan) terpenuhi secara maksimal.
Kriteria hasil          :
Tidak terjadi aspirasi
Bunyi napas terdengar bersih
Rongga mulut bebas dari sumbatan
Intervensi              :
1. Berikan O2 nebulizer
2. Ajarkan pasien tehnik batuk yang benar.
3. Ajarkan pasien atau orang terdekat untuk mengatur frekuensi batuk.
4. Ajarkan pada orang terdekat untuk menjaga kebersihan mulut.
5. Berikan perawatan kebersihan mulut.
6. Lakukan penghisapan bila pasien tidak dapat batuk secara efektif dengan melihat waktu.








BAB IV
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Tetanus neonatorim adalah suatu penyakit infeksi yang di sebabkan oleh kuman,clostridium tetani.
Tetanus neonatorium merupakan penyebab kejang yang sering di jumpai pada BBL yang di sebabkan oleh infeksi selama masa neonatal, yang antara lain terjadi sebagai akibat pemotogan tali pusat atau perawatan tidak aseptik.

B.     SARAN
a.       Kepada pembaca
Diharapkan kepada pembaca yang mengenai makalah ini tentang keperawatan khususnya keperawatan anak semoga bermanfaat dan sedikit memberikan pengetahuan melalui makalah ini.
b.      Kepada mahasiswa
Mahasiswa diharapkan mampu memahami dan dapat memperdalam ilmu pengetahuan mengenai keperawatan anak, karena keperawatan anak adalah salah satu bagian dari ilmu keperawatan, baik itu dirumah sakit maupun ditempat kesehatan lain sering kita temui dengan masalah gangguan anak yang pastinya membutuhkan keperawatan.




DAFTAR PUSTAKA

                  Nursalam. (2001). Proses dan Dokumentasi Keperawatan: Konsep dan Penyakit. Salemba Medika. Jakarta.
Nursalam. (2005). Asuhan Keperawatan Pada Bayi dan Anak (untuk perawat dan bidan). Salemba Medika. Jakarta.
Setiadi. (2007). Anatomi dan Fisiologi Manusia. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Soegijanto,Soegeng, (2002). Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Pelaksanaan. Salemba Medika, Jakarta.