1. DEFINISI
Hemofilia adalah penyakit gangguan pembekuan darah dan diturunkan oleh melalui
kromoson X. Penyakit ini ditandai dengan perdarahan spontan yang berat dan
kelainan seni yang nyeri dan menahun. Hemofilia lebih banyak terjadi pada
laki-laki, karena mereka hanya
mempunyai satu kromosom X. Sedang perempuan umumnya menjadi
pembawa sifat (carrier). Namun perempuan bisa juga menderita hemofilia jika
pria hemofilia menikah dengan wanita carrier hemofilia.
Hemofilia A
Merupakan hemofilia klasik dan terjadi karena defisiensi faktor VIII. Sekitar
80% kasus hemofilia adalah hemofilia A.
Hemofilia B.
Terjadi karena defesiensi faktor IX. Faktor IX diproduksi hati dan merupakan
salah satu faktor pembekuan dependen vitamin K. Hemofilia B merupakan 12-15%
kasus hemofilia.
Hemofilia A atau B adalah suatu penyakit yang jarang
ditemukan. Hemofilia A terjadi sekurang - kurangnya 1 di antara 10.000 orang.
Hemofilia B lebih jarang ditemukan, yaitu 1 di antara 50.000 orang.
2. ETIOLOGI
Hemofilia disebabkan oleh mutasi gen faktor VIII (FVIII) atau faktor IX (FIX),
dikelompokkan sebagai hemofilia A dan hemofilia B. Kedua gen tersebut terletak
pada kromosom X, sehingga termasuk penyakit resesif terkait-X. Oleh karena itu,
semua anak perempuan dari laki-laki yang menderita hemofilia adalah carier
penyakit, dan anak laki-laki tidak terkena. Anak laki-laki dari perempuan yang
carier memiliki kemungkinan 50% untuk menderita penyakit hemofilia. Dapat
terjadi wanita homozigot dengan hemofilia (ayah hemofilia, ibu carier), tetapi
keadaan ini sangat jarang terjadi. Kira-kira 33% pasien tidak memiliki riwayat
keluarga dan mungkin akibat mutasi spontan .
3. MANIFESTASI KLINIK
Penyakit ini, yang bisa sangat berat, ditandai dengan memar besar dan meluas
dan pendarahan ke dalam otot, sendi, dan jaringan lunak meskipun hanya akibat
trauma kecil. Pasien sering merasakan nyeri pada sendi sebelum tampak adanya
pembengkakan dan keterbatasan gerak. Pendarahan sendi berulang dapat mengakibatkan
kerusakan berat sampai terjadi nyeri kronis dan ankilosis (fiksasi) sendi.
Kebanyakan pasien mengalami kecacatan akibat kerusakan sendi sebelum mereka
dewasa. Hematuri spontan dan perdarahan gastrointestinal dapat terjadi.
Penyakit ini sudah diketahui saat awal masa anak-anak, biasanya saat usia
sekolah.
Sebelum tersedia konsentrat faktor VIII, kebanyakan pasien meninggal akibat
komplikasi hemofilia sebelum mereka mencapai usia dewasa. Ada juga penderita
hemofilia dengan defisiensi yang ringan, mempunyai sekitar 5% dan 25% kadar
faktor VIII dan IX normal. Pasien seperti ini tidak mengalami nyeri dan
kecacatan pada otot maupun pendarahan sendi, namun mengalami perdarahan ketika
cabut gigi atau operasi. Namun demikian, perdarahan tersebut dapat berakibat
fatal apabila penyebabnya tidak diketahui dengan segera.
4. KOMPLIKASI
Komplikasi hemofilia meliputi perdarahan dengan menurunnya perfusi, kekakuan
sendi akibat perdarahan, hematuria spontan dan perdarahan gastrointestinal.
Pada tahun-tahun terakhir, ditemukan bahwa pasien dengan hemofilia mempunyai
resiko tinggi menderita AIDS akibat transfusi darah dan komponen darah yang
pernah diterima. Semua darah yang didonorkan sekarang diperiksa terhadap adanya
antibodi virus AIDS. Konsentrat faktor komersial biasanya sudah dipanaskan
sehingga kemungkinan penularan penyakit infeksi melalui darah dapat diturunkan.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
§ Pemeriksaan laboratorium
memperlihatkan waktu perdarahan yang normal, tetapi PTT memanjang. Terjadi
penurunan pengukuran faktor VIII.
Dapat dilakukan pemeriksaan pranatal
untuk gen yang bersangkutan.§
6. PENATALAKSANAAN
Dimasa lalu, satu-satunya penanganan untuk hemofilia adalah plasma segar beku,
yang harus diberikan dalam jumlah besar sehingga pasien akan mengalami
kelebihan cairan. Sekarang sudah tersedia konsentrat faktor VIII dan IX disemua
bandara. Konsentrat diberikan apabila pasien mengalami perdarahan aktif atau
sebagai upaya pencegahan sebelum pencabutan gigi atau pembedahan. Pasien dan
keluarganya harus diajar cara memberikan konsentrat di rumah setiap kali ada
tanda perdarahan.
Beberapa pasien membentuk antibodi terhadap konsentrat, sehingga kadar faktor
tersebut tidak dapat dinaikkan. Penanganan masalah ini sangat sulit dan kadang
tidak berhasil. Asam aminokaproat adalah penghambatan enzim fibrinolitik. Obat
ini dapat memperlambat kelarutan bekuan darah yang sedang terbentuk, dan dapat
digunakan setelah pembedahan mulut pasien dengan hemofilia.
Dalam rangka asuhan umum pasien dengan hemofilia tidak boleh diberi aspirin
atau suntikan secara IM. Kebersihan mulut sangat penting sebagai upaya
pencegahan, karena pencabutan gigi akan sangat membahayakan. Bidai dan alat
ortopedi lainnya sangat berguna bagi pasien yang mengalami perdarahan otot atau
sendi.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
Ø
Perdarahan internal (abdominal, dada, atau
nyeri pinggang, darah dalam urin, usus/muntahan), hematom otot, dan perdarahan
dalam rongga sendi.
Tanda vital dan hasil pengukuran tekanan
hemodinamika harus dipantau untuk melihat adanya tanda hipovolemia.
Ø
Semua
ekstremitas dan tubuh diperiksa dengan teliti kalau ada tanda hematom.
Ø
Sendi dikaji akan adanya pembengkakan,
keterbatasan gerak dan nyeri.
Ø
Pengukuran kebebasan gerak sendi dilakukan
dengan perlahan dan teliti untuk menghindari kerusakan lebih lanjut. Apabila
terjadi nyeri harus segera dihentikan.
Ø
Pasien ditanya mengenai adanya keterbatasan
Ø
aktivitas
dan gerakan yang dialami sebelumnya dan setiap alat bantu yang dipakai seperti
bidai, tongkat, atau kruk.
Ø
Apabila
pasien baru saja menjalani pembedahan,
tempat luka operasi harus sering diperiksa dengan teliti akan adanya
perdarahan.
Ø
Perlu
dilakukan pemantauan tanda vital sampai dapat dipastikan bahwa tidak ada
perdarahan pascaoperatif yang berlebihan.
Ø
Pasien
dengan hemofilia harus ditanya mengenai bagaimana mereka dan keluarganya
menghadapi kondisinya.
Ø
Upaya yang biasanya dipakai untuk mencegah
episode perdarahan.
Ø
Keterbatasan yang diakibatkan oleh kondisi ini
terhadap gaya hidup dan aktivitas sehari-hari.
Ø
Pasien yang sering dirawat di rumah sakit karena
episode perdarahan akibat cedera harus ditanya secara teliti mengenai faktor
yang dapat menyebabkan terjadinya episode tersebut.
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri b/d perdarahan sendi dan kekakuan yang ditimbulkannya.
2. Gangguan pemeliharaan kesehatan b/d kurang informasi tentang penyakitnya.
3. Koping tidak efektif b/d kondisi kronis dan pengaruhnya terhadap gaya hidup.
Masalah kolaborasi/komplikasi potensial
Berdasarkan pada data pengkajian, komplikasi potensial dapat mencakup:
Perdarahan§
III. PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI
Tujuan
Tujuan utama mencakup mengurangi nyeri, kepatuhan terhadap upaya pencegahan
perdarahan, mampu menghadapi kronisitas dan perubahan gaya hidup, dan tidak
adanya komplikasi.
Intervensi Keperawatan
Menghilangkan nyeri. Secara umum, diperlukan analgetik untuk mengurangi nyeri
sehubungan dengan hematoma otot yang besar dan perdarahan sendi. Analgetika
oral non opioid dapat diberikan, karena nyeri dapat berlangsung lama, dan
ketergantungan terhadap narkotika dapat menjadi masalah baru pada nyeri kronis.
Kadang perlu juga diberikan analgetik sebelum melakukan aktivitas yang
diketahui menimbulkan nyeri. Hal ini tidak hanya membantu pasien menjalankan
aktivitasnya, tetapi juga cenderung dapat menurunkan jumlah analgetika yang
dibutuhkan.
Segala upaya harus dilakukan untuk mencegah atau meminimalkan nyeri akibat
aktivitas. Pasien didorong untuk bergerak perlahan dan mencegah stres pada
sendi yang terkena. Banyak pasien yang merasakan bahwa berendam air hangat
dapat membantu relaksasi, memperbaiki mobilitas, dan mengurangi nyeri. Tetapi,
kompres panas harus dihindari selama episode perdarahan, karena dapat
mengakibatkan perdarahan lebih lanjut.
Karena nyeri sendi membatasi gerak, maka pasien dengan nyeri yang sangat selama
aktivitas dapat dibantu dengan alat bantu. Bidai, tongkat, atau kruk sangat
berguna untuk memindahkan beban tubuh pada sendi yang sangat nyeri. Bidai harus
terpasang dengan tepat untuk menghindari tekanan pada permukaan tubuh, yang
dapat mengakibatkan cedera jaringan dan perdarahan.
Pemantauan dan penatalaksanaan komplikasi. Pasien dikaji sesering mungkin
mengenai adanya tanda dan gejala penurunan perfusi jaringan seperti yang
ditandai dengan adanya hipoksia pada organ vital, gelisah, cemas, pucat, kulit
dingin lembab; nyeri dada dan penurunan curah urin. Hipotensi dan takikardi
dapat terjadi akibat kekurangan volume. Tekanan darah, denyut nadi, respirasi,
tekanan vena sentral dan tekan arteri pulmoner harus dipantau, begitu juga
hemoglobin dan hematokrit, waktu perdarahan dan pembekuan, serta angka
trombosit.
Pasien diamati sesering mungkin mengenai adanya perdarahan dari kulit, membran
mukosa, dan luka serta adanya perdarahan internal. Selama terjadinya episode
perdarahan, pasien dijaga agar tetap istirahat dan diberikan tekanan lembut
pada tempat perdarahan aksternal. Kompres dingin diberikan pada tempat
perdarahan bila perlu.
Obat parenteral diberikan dengan jarum ukuran kecil untuk mengurangi trauma dan
risiko perdarahan. Segala usaha harus diupayakan untuk melindungi pasien dari
trauma. Lingkungan dijaga agar bebas dari rintangan yang dapat menyebabkan
jatuh, pasien dipindah dan digeser dengan sangat hati-hati. Tepi tempat tidur
harus dilapisi dengan bantalan yang lunak. Darah dan komponen darah diberikan
sesuai kebutuhan, dan diusahakan untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Penyuluhan pasien dan pertimbangan perawatan dirumah.
Upaya pencegahan perdarahan. Pasien dan keluarganya diberi informasi mengenai
risiko perdarahan dan usaha pengamanan yang perlu. Mereka dianjurkan untuk
mengubah lingkungan rumah sedemikian rupa sehingga dapat mencegah terjadinya
trauma fisik. Rintangan yang dapat menyebabkan jatuh harus dihilangkan.
Mencukur harus dilakukan dengan cukur listrik dan menggosok gigi dengan sikat
yang lembut untuk menjaga kebersihan mulut. Mengeluarkan ingus dengan kuat,
batuk dan mengejan saat BAB harus dihindari. Pencahar diberikan bila perlu.
Aspirin atau obat yang mengandung aspirin harus dihindari.
Dianjurkan melakukan aktivitas fisik, tetapi dengan keamanan yang baik.
Olahraga tanpa kontak seperti berenang, hiking, dan golf merupakan aktivitas
yang dapat diterima, sementara olahraga dengan kontak harus dihindari. Latihan
penguatan tungkai sangat perlu untuk rehabilitasi setelah hemartosis akut.
Perlunya kontrol yang teratur dan pemeriksaan laboratorium harus dijelaskan.
Dengan pemahaman alasan perlunya evaluasi medis berkelanjutan, pasien akan
mematuhi jadwal kontrol.
Menghadapi kondisi kronis dan perubahan gaya hidup. Pasien dengan hemofilia
sering memerlukan bantuan dalam menghadapi kondisi kronis, keterbatasan ruang
kehidupan, dan kenyataan bahwa kondisi tersebut merupakan penyakit yang akan
diturunkan ke generasi berikutnya. Sejak masa kanak-kanak, pasien dibantu untuk
menerima dirinya sendiri dan penyakitnya serta mengidentifikasi aspek positif
dari kehidupan mereka. Mereka harus didorong untuk merasa berarti dan tetap
mandiri dengan mencegah trauma yang dapat menyebabkan episode perdarahan akut
dan mengganggu kegiatan normal. Kemajuan dalam menerima kondisi tersebut, akan
membuat mereka lebih bertanggung jawab untuk menjaga kesehatannya secara
optimal. Meningkatnya presentase penderita hemofilia dengan HIV, maka pasien
dan keluarganya harus belajar bagaimana mereka berhadapan dengan rasa marah
yang dialami secara efektif sehubungan dengan penyakit yang mematikan tersebut.
Peningkatan angka kematian pasien hemofilia yang menderita AIDS telah merubah
peran perawat. Perawat harus mengetahui pengaruh stres tersebut secara
profesional dan personal serta menggali semua sumber dukungan untuk mereka
sendiri begitu juga untuk pasien dan keluarganya.
Idealnya, semua pasien dengan hemofilia dapat bekerja sama dengan pelayanan
kesehatan, mematuhi perjanjian kontrol kesehatan dan kesehatan gigi, dan
berusaha hidup sehat serta produktif. Banyak pasien yang memperoleh manfaat
dari pusat layanan hemofilia dan kelompok pendukung. Lembaga tersebut
memberikan layanan terpadu dan berkelanjutan serta kesempatan untuk berinteraksi
dengan orang lain yang menghadapi situasi yang sama.
IV. EVALUASI
Hasil yang diharapkan:
1. Nyeri berkurang
a. Melaporkan berkurangnya nyeri setelah menelan analgetik
b. Memperlihatkan peningkatan kemampuan bertoleransi dengan gerakan sendi
c. Mempergunakan alat bantu (bila perlu) untuk mengurangi nyeri
2. Melakukan upaya mencegah perdarahan
a. Menghindari trauma fisik
b. Merubah lingkungan rumah untuk meningkatkan pengamanan
c. Mematuhi janji dengan profesional layanan kesehatan
d. Mematuhi janji menjalani pemeriksaan laboratorium
e. Menghindari olahraga kontak
f. Menghindari aspirin atau obat yang mengandung aspirin
g. Memakai gelang penanda
3. Mampu menghadapi kondisi kronis dan perubahan gaya hidup
a. Mengidentifikasi aspek positif kehidupan
b. Melibatkan anggota keluarga dalam membuat keputusan mengenai masa depan dan
perubahan gaya hidup yang harus dilakukan
c. Berusaha mandiri
d. Menyusun rencana khusus untuk kelanjutan asuhan kesehatan
4. Tidak mengalami komplikasi
a. Tanda vital dan tekanan hemodinamika tetap normal
b. Hasil pemeriksaan laboratorium tetap dalam batas normal
c. Tidak mengalami perdarahan aktif
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 2. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 2. Media
Aesculapius. Jakarta.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses
penyakit Ed. 6 Vol 1. EGC. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar